Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Museum Konferensi Asia Afrika: Menapaki Jejak Sejarah di Gedung Merdeka







Museum Konferensi Asia Afrika: Menapaki Jejak Sejarah di Gedung Merdeka

Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) yang terletak hanya beberapa puluh meter dari Alun-Alun Bandung merupakan sebuah tempat yang sarat dengan sejarah dan makna. Gedung ini, yang dibangun pada tahun 1922 oleh arsitek Van Gallen & C.P.W. Schoemaker, menjadi saksi bisu dari peristiwa besar dalam diplomasi internasional. Untuk mencapainya dari alun-alun kota, pengunjung harus melintasi jembatan penyeberangan di Jalan Asia Afrika yang sibuk, memberikan pengalaman unik sejak awal kunjungan.

Setibanya di depan Gedung Merdeka, yang dahulu dikenal sebagai "Societeit Concordia" pada masa kolonial Belanda dan pernah menjadi Gedung MPRS pada era pemerintahan Presiden Soekarno, pengunjung disambut dengan papan pengumuman waktu kunjungan. Museum ini buka pada Selasa hingga Kamis pukul 08.00-16.00 WIB, Jumat pukul 14.00-16.00 WIB, dan Sabtu-Minggu pukul 09.00-16.00 WIB, kecuali pada hari Senin dan hari libur nasional.

Museum KAA dilengkapi dengan ruang pameran tetap, diorama, perpustakaan, dan audio visual, serta memberikan fasilitas untuk riset bagi peneliti dalam dan luar negeri. Namun, pertanyaan mendasar adalah mengapa museum ini didirikan dan apa peran serta fungsi koleksi-koleksi yang ada di dalamnya.

Tujuan Didirikan Museum KAA

Museum Konferensi Asia Afrika didirikan dengan tujuan utama sebagai wadah untuk merawat dan memamerkan sejarah penting Konferensi Asia Afrika yang digelar di Gedung Merdeka pada tahun 1955. Konferensi ini melibatkan pemimpin dari berbagai negara Asia dan Afrika dan menghasilkan Dasa Sila Bandung, sepuluh prinsip pedoman kerja sama antar bangsa yang menjunjung tinggi perdamaian dunia dan kemerdekaan.

Peran dan Fungsi Museum

Peran utama Museum KAA adalah sebagai penjaga memori, yang mengabadikan momen-momen penting Konferensi Asia Afrika. Koleksi-koleksi museum ini, termasuk benda-benda tiga dimensi yang menggambarkan suasana sidang pembukaan konferensi, menjadi saksi bisu dari upaya bersama bangsa-bangsa Asia dan Afrika dalam mencapai kemerdekaan dan perdamaian dunia.

Koleksi-Koleksi yang Memikat Pengunjung

Museum KAA menawarkan pengalaman mendalam kepada pengunjung, terutama bagi pelajar, mahasiswa, peneliti, dan wisatawan asing. Bagi turis Belanda, fokus utamanya mungkin terletak pada arsitektur gedung, sementara para tamu dari Tiongkok tertarik pada sosok Chou En-Lai, Perdana Menteri Tiongkok yang hadir dalam konferensi tersebut. Pengunjung dari Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam cenderung melihat aspek sejarahnya.

Mengakhiri Kunjungan dengan Pesan Bersejarah

Kunjungan ke Museum KAA bukan hanya perjalanan melalui ruang pameran, tetapi juga menyaksikan berbagai foto dan gambar tokoh serta peristiwa sepanjang persiapan hingga hasil konferensi. Sejarah Indonesia yang baru berusia 10 tahun pada saat itu dipertegas melalui koleksi-koleksi yang memperlihatkan visi dan misi Bangsa Indonesia dalam membangun kerja sama antar kekuatan bangsa-bangsa Asia dan Afrika demi kemerdekaan dan perdamaian dunia.

Sebagai museum terbaik di Kota Bandung dalam bidang pelayanan publik, Museum KAA tidak hanya menjadi penjaga sejarah, tetapi juga sumber inspirasi bagi generasi muda. Melalui pameran dan koleksi yang dimilikinya, museum ini menghidupkan kembali semangat persatuan dan kerjasama yang menjadi dasar dari Dasa Sila Bandung, sebuah tonggak bersejarah dalam diplomasi Indonesia.

Posting Komentar untuk "Museum Konferensi Asia Afrika: Menapaki Jejak Sejarah di Gedung Merdeka"